Kunci Jawaban Aktivitas 1.6 halaman 9 Tafsir Q.S. Al-Maidah/5: 48 dalam Kitab Tafsir Al-Qur’an Kementerian Agama dan Kitab Tafsir Lainnya Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMA Kelas 10 Kurikulum Merdeka

Beritawarganet.com-Kunci Jawaban Aktivitas 1.6 halaman 9 Tafsir Q.S. Al-Maidah/5: 48 dalam Kitab Tafsir Al-Qur’an Kementerian Agama dan Kitab Tafsir Lainnya Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMA Kelas 10 Kurikulum Merdeka.

Kali ini, beritawarganet.com akan membahas kunci jawaban Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMA Kelas 10 halaman 9. Pertanyaan ini bisa warganet temukan pada buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMA Kelas 10 Kurikulum Merdeka tentang Tafsir Q.S. Al-Maidah/5: 48 dalam Kitab Tafsir Al-Qur’an Kementerian Agama dan Kitab Tafsir Lainnya. Pembahasan berikut bisa warganet simak untuk mencocokan dengan jawaban yang telah warganet kerjakan sebelumnya. Jadi, silahkan kerjakan terlebih dahulu secara mandiri ya???

Aktivitas 1.6

1. Bersama kelompok, cari dan salinlah tafsir Q.S. al-Maidah/5: 48 dalam kitab tafsir Al-Qur’an Kementerian Agama dan kitab tafsir lainnya!

2. Bandingkan dan lakukan analisa terhadap isi tafsir dalam kitab tersebut!

Jawaban:

Tafsir Surat Al Maidah Ayat 48 menurut Kemenag RI:

Pada ayat-ayat yang lalu Allah menerangkan tentang diturunkannya Taurat dan Injil yang mengandung petunjuk dan cahaya, serta adanya kewajiban bagi umat masa itu untuk melaksanakan ajaran-ajarannya.

Dan Kami selanjutnya telah pula menurunkan Kitab Al-Qur’an kepadamu, Muhammad, sebagai nabi terakhir, dengan membawa kebenaran yang hakiki, yang membenarkan sebagian isi dari kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya, yaitu Taurat, Zabur, dan Injil, dan menjaganya dari penyimpangan atau pengubahan yang dilakukan oleh orang-orang yang mencari keuntungan diri, maka putuskanlah perkara yang mereka perselisihkan menurut ketetapan dalam kitab-kitab yang diturunkan Allah itu dan janganlah sekali-kali engkau mengikuti kemauan dan keinginan nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Ketahuilah bahwasanya untuk setiap umat di antara kamu, di mana saja mereka berada, Kami berikan aturan bagi mereka masing-masing dan jalan yang terang sesuai dengan keadaannya.

Kalau Allah menghendaki sesuai dengan kehendak-Nya, niscaya kamu semua akan dijadikan-Nya sebagai satu umat saja, tetapi Allah berkehendak lain, yaitu ingin menguji kamu terhadap karunia dan semua nikmat yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka sebagai jawaban dari semua rahmat yang telah dilimpahkan itu, berlomba-lombalah untuk berbuat kebajikan. Ketahuilah bahwa hanya kepada Allah saja kamu semua akan kembali, lalu pada saat itu akan diberitahukan-Nya kepadamu apa saja yang dahulu pernah kamu perselisihkan pada saat menjalani kehidupan di dunia.

Selanjutnya ingatlah, wahai Nabi Muhammad, ketika orang-orang Yahudi mengajukan persoalan di antara mereka dan mengharapkan keputusanmu, maka tetapkanlah sesuai aturan dan hendaklah engkau memutuskan perkara yang terjadi di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, sebagaimana yang terdapat dalam Taurat, dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka yang menyebabkan terjadinya kezaliman terhadap sebagian yang lain. Karena itu, hati-hati dan waspadalah terhadap sikap dan perkataan mereka, jangan sampai mereka berhasil memperdayakan engkau terhadap sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu, yaitu Al-Qur’an yang berisi petunjuk yang lebih lurus.

Jika mereka berpaling dari hukum yang telah diturunkan Allah dan tidak mau mengikutinya, maka ketahuilah bahwa dengan keadaan itu sesungguhnya Allah berkehendak untuk menimpakan musibah sebagai peringatan kepada mereka yang disebabkan oleh sebagian dosa-dosa yang telah mereka lakukan.

Itulah pelajaran dan ujian bagi mereka, namun sungguh banyak manusia tidak menyadarinya, sehingga mereka ini adalah termasuk sebagai orang-orang yang fasik, yaitu mereka yang tidak melaksanakan ajaran yang diimaninya.

Tafsir Surat Al Maidah Ayat 48 menurut Al Azhar:

Dan telah Kami turunkan kepada engkau Kitab itu dengan kebenaran.”
Teranglah di sini bahwasanya yang dituju dengan kata engkau ialah Nabi kita Muhammad ﷺ yang diutus sebagai penutup segala rasul, menggenapkan risalah Musa dan Isa al-Masih. Dan kitab yang diturunkan dengan kebenaran itu ialah Al-Qur’an. “Menggenapkan apa yang terlebih dahulu daripadanya dari Kitab.” Nama kitab yang terlebih dahulu itu tidak disebut lagi, karena di ayat yang sebelumnya nama Taurat dan Injil telah dijelaskan. Maka kedatangan Al-Qur’an adalah menggenapkan atau membenarkan (mushaddiqan) bagi kitab yang telah terdahulu itu. Mana yang sudah lengkap, diperlengkap, sebab umat manusia bertambah maju dan daerah yang dihadapi bertambah luas. Membenarkan pula bahwa memang terlebih dahulu daripada Al-Qur’an ialah sebagai penyaksi dan peneliti memperingatkan mana ajaran pokok yang asli, yaitu tentang tauhid. Pendeknya dengan kata wa muhaiminan ‘alaihi yang berarti ‘dan sebagai penyaksi atasnya.’ Kepada kita diperingatkan bahwa memang Allah telah menurunkan Taurat dan Injil. Tetapi terhadap apa yang dikatakan Taurat dan Injil oleh penganutnya sekarang ini, hendaklah kamu terima dengan hati-hati sekali. Maka lantaran kedatangan Al-Qur’an telah mengandung akan sari pokok, terutama aqidah dari kedua kitab itu.

Baca Juga :  Jawaban Tugas Memahami Informasi dalam Teks Eksplanasi

“Maka hukumkanlah di antara mereka dengan apa yang telah diturunkan Allah, dan janganlah engkau turuti hawa nafsu mereka, dan apa pun yang akan memalingkan engkau daripada kebenaran.” Sudah diketahui rahasia orang Yahudi tadi, bahwasanya mereka lari meminta hukum kepada Rasulullah, karena mereka hendak mengelakkan diri dari hukum Taurat, padahal dalam soal zina, hukum Al-Qur’an masih mengikuti syari’at Taurat, Orang Nasrani mengatakan pula menuruti hukum Taurat, padahal dalam sejarah perkembangan hukum mereka, pemuka-pemuka agama yang sesudah ai-Masih dengan sengaja dari selangkah ke selangkah menjauhi Taurat—se-bagaimana dijelaskan oleh Paulus—dan dalam hal hukum masih bersandar kepada hukum Yunani dan Romawi.

Sekarang Al-Qur’an sudah datang. Dia membangunkan syari’at yang baru dengan tetap memakai pokok aqidah yang lama, sebab itu maka jalankanlah hukum menurut Al-Qur’an itu, jangan ragu-ragu lagi. Jangan dituruti hawa nafsu mereka, mereka pun tidak keberatan meninggalkan Taurat dan pindah kepada hukum Al-Qur’an kalau tidak cocok dengan hawa nafsu mereka. Dan jangan suka dipaling-palingkan dari dasar kebenaran, melainkan tegakkanlah keadilan. “Bagi tiap-tiapnya itu telah Kawi adakan peraturan dan jalan.” Di zaman Musa dahulu ada peraturan sendiri (syir’atan) atau syari’at sendiri. Di dalam zaman Isa tidak banyak perubahan pokok, melainkan perubahan cara. Syari’at zaman Nabi Musa kadang-kadang sangat keras. Tetapi karena zaman telah berubah, syari’at itu tinggal tertulis, banyak yang tidak dapat dijalankan, sehingga pemuka-pemuka agama mereka membuat berbagai tafsiran. Di zaman al-Masih syari’at tidak banyak diubah, tetapi jiwa yang telah membeku yang diubah terlebih dahulu. Tetapi beliau menghadapi serba kesulitan.
Kesulitan yang paling besar ialah dua. Pertama, kebekuan (jumud) pemuka-pemuka Yahudi sendiri. Kedua, kekuasaan penjajah yang sudah sangat mencengkerani jiwa rakyat jajahan. Penjajah itu ialah bangsa Romawi.

Tetapi dekat-dekat beliau akan dipanggil ke hadirat Allah, beliau telah memesankan bahwa baik dia pergi, karena kelak akan datang Ruh Kebenaran, untuk menyempurnakan tugas beliau. Ruh Kebenaran itulah Muhammad ﷺ Maka datanglah beliau menyempurnakan tugas rakan-rekan beliau, (shalawat dan salam Allah buat mereka semuanya) Beliau bawalah Al-Qur’an yang membawa syari’at baru, menghimpun dan menyempurnakan syari’at yang telah lalu. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah bahwasanya bagi tiap-tiapnya itu telah Kami adakan peraturan dan jalan. Di zaman Bani Israil telah diseberangkan dari penindasan Fir’aun sampai beroleh negeri di tanah Kanaan, ada syari’atnya sendiri. Dalam zaman Bani Israil hidup kembali dalam penjajahan bangsa Romawi, ketika diutus Nabi Isa al-Masih a.s. ada pula peraturannya sendiri. Sekarang datang nabi akhir zaman, untuk seluruh umat manusia, datanglah syari’at sendiri yang lebih lengkap. Pokok asal sudah lengkap; dan mana yang belum tertulis disempurnakan dengan ijtihad dan Qiyas, menyesuaikan yang juru’ kepada yang ashal.

Baca Juga :  Apa yang Dimaksud Pengguna (Brainware) dalam Sistem Komputer?

Di sini kita mendapat kesimpulan bahwa agama yang telah disampaikan oleh lidah nabi-nabi adalah satu. Satu pokok dan satu tujuan. Pokok itu ialah tauhid. Mengakui keesaan Allah, kekuasaan-Nya, dan kesempurnaan sifat-sifat-Nya. Dan beramal beribadah kepada-Nya dengan ikhlas, dan percaya akan Hari Kemudian. Tetapi syari’at artinya peraturan-peraturan ada perubahan karena perubahan tempat dan waktu. Sebab itu syari’at umat yang sebelum kita, tidaklah menjadi syari’at pula bagi kita lagi. Di antara satu contoh syari’at ialah tentang libur orang Yahudi adalah hari Sabtu. Datang syari’at Islam mengadakan hari Jum’at buat beramai-ramai shalat ke masjid.

Adapun orang Kristen membuat libur hari Minggu, tidaklah jelas syari’at ai-Masih. Melainkan dibuat orang setelah beliau meninggal dunia. Dan kalau ada persamaan syari’at kita dengan syari’at mereka, bukanlah berarti bahwa kita melanjutkan memakai syari’at itu. Melainkan dia berlaku karena telah dijadikan syari’at kita. Persis sebagaimana pelanjutan beberapa undang-undang zaman Belanda, yang masih tersisa setelah kita merdeka. BukanTah-berarti-bahwa undang-undang Belanda dipakai dalam Republik Indonesia, melainkan kita memakai peraturan serupa itu, karena dia telah disahkan oleh Pemerintah kita. Sebab itu maka salah satu rukun Islam, yaitu haji bukanlah kita pakai karena dia syari’at Nabi Ibrahim, tetapi kita pakai karena dia syari’at Nabi Muhammad ﷺ. Ada beberapa hal yang serupa, tetapi sudah nyata bahwa syari’at haji bukanlah syari’at Nabi Ibrahim yang kita pakai.

Tentu akan timbul pertanyaan orang, “Mengapa Allah tidak menjadikan saja seluruh syari’at itu jadi satu, sejak nabi-nabi yang dahulu sampai sekarang? Misalnya mengapa maka Sulaiman diizinkan beristri sampai beratus-ratus orang sebagai khususiyat, sedang kepada Muhammad hanya diizinkan sembilan orang sebagai khususiyat? Mengapa Ya’qub dibolehkan beristri dua kakak beradik, sedang dalam syari’at Muhammad dilarang mempermadukan orang bersaudara?” Maka datanglah jawab pada lanjutan ayat,
“Dan jikalau Allah menghendaki, sesungguhnya telah dijadikan kamu semua u mat yang satu; akan tetapi diberi-Nya ujian kamu pada apa yang telah diberikan-Nya kepada kamu itu.”

Artinya, bukanlah Allah ta’ala tidak berkuasa buat menjadikan syari’at kamu itu satu saja coraknya sejak zaman Adam sampai zaman Muhammad, sampai hari Kiamat. Bangsa pun satu semua, adat istiadat pun satu semua, perkembangan hidup pun satu saja semua. Allah pun berkuasa membuat demikian kalau Dia mau. Contohnya telah ada yaitu kehidupan binatang; kehidupan semut dan lebah, kehidupan burung-burung. Sepintas lalu tentu senang juga hati kita melihat kesatuan rona kehidupan lebah, membuat sarang dan menghasilkan manisan. Suatu anugerah naluri (instinct) yang tidak berubah-ubah sejak beribu-ribu tahun. Atau seperti kehidupan-Tayap tidak bermata, sebagai ‘diceritakan dalam Majalah Inti Sah (No 24 Juli 1965 disalin dari Majalah Science at Vie Januari 1965) yang dapat mendirikan bangunan yang luar biasa kuatnya, lebih kuat daripada beton, sehingga kalau hendak menghancurkannya dengan dinamit. Tingginya kira-kira 6 (enam) meter, lebar 15 meter, bertingkat 100, komplet dengan Air Conditioning, sehingga belum berarti berdirinya Empire State Building yang 103 tingkat buatan manusia jika dibanding dengan itu.

Allah pun kalau Dia kehendaki, Mahakuasa membuat hidup manusia seperti demikian. Tetapi manusia tidak diberi begitu, tidak diberi hanya instinct, tetapi diberi yang lebih tinggi daripada instinct, yaitu akal. Maka diujilah kesanggupan manusia mempergunakan akal itu, dalam menyesuaikan hidupnya dalam alam sekelilingnya, dengan ruang dan waktu. Maka bertambah lama bertambah majulah manusia. Bertambah lama bertambah dikuasainyalah, dengan izin Allah, keadaan alam kelilingnya.
Dalam segi bimbingan agama bagi kehidupan dan akal, dapatlah kita pelajari tingkat kenaikan syari’at sejak syari’at Musa, yang mereka namai Yahudi, dan syari’at Isa yang kemudian dinamai Nasrani, dan selanjutnya kepada syari’at Muhammad, yaitu Islam.

Yahudi adalah syari’at yang didasarkan atas disiplin keras, guna mendidik suatu kaum yang 400 tahun telah diperbudak, hingga kemerdekaan diri dan kemerdekaan jiwa. Oleh karena keras dasar disiplinnya itu maka umatnya menjadi kehilangan kebebasan berpikir sendiri, mereka mesti patuh. Barangsiapa tidak patuh disambar geledek! Syari’at Musa kita namai Jalaal (Luhur) Nasrani, di satu pihak ialah lanjutan Yahudi, tetapi mengembalikan kelemah-lem-butan jiwa.

Baca Juga :  Kunci Jawaban "Raja Purnawarman, Panji Segala Raja"

benda kepada pihak yang berkuasa, betapa pun zalimnya; tetapi dalam pada itu didik jiwa sendiri supaya tidak dapat dikuasai selain kuasa Allah! Kalau perlu angkat salibmu ke mana saja engkau pergi. Suatu didikan yang tinggi guna menghadapi Romawi, yang kuat. Diteruskan oleh Gandhi dengan Ahimsa! Syari’at Isa kita namai Jamaal (Indah) Dasar syari’at Islam didasarkan atas kemerdekaan akal, menjelaskan arti lengkap kemanusiaan sebagai gabungan jasmani dan ruhani; tempat tumbuhnya pun ditentukan, yaitu di padang pasir yang tidak dicampuri oleh kekuasaan asing, sehingga umatnya menjadi Ummatan Wasathan, umat pertengahan. Syari’at Muhammad kita namai Kamaal (Sempurna).

Itulah sebabnya maka dalam Al-Qur’an hukum-hukum duniawi itu tidak banyak, tidak sampai seperseratus daripada hukum-hukum duniawi yang ada dalam Taurat, dan sebagian besar diserahkan kepada ijtihad akal mereka dan Qiyas. Karena keadaan manusia di waktu itu sudah lebih matang. (Lihat kembali surah al-Baqarah ayat 212) Maka Al-Qur’an adalah penutup syari’at dan Muhammad ﷺ adalah penutup rasul-rasul, dan pergunakanlah akal dan aturlah baik-baik, akuilah ketaatan kepada Allah dan Rasul, dan ketaatan kepada Ulil Amri, Ahlul Haiti Wal ‘Aqdi, orang-orang yang sanggup berijtihad, sehingga syari’at tidak membeku, malahan sesuai dengan ruang dan waktu.
“Sebab itu berlomba-lombalah berbuat kebajikan-kebajikan.” Pergunakanlah akal itu dan berlomba-lombalah kamu semuanya berbuat pekerjaan-pekerjaan yang baik di dalam dunia ini, dengan memegang pokok pertama yaitu ketaatan kepada Allah dan percaya bahwa di belakang hidup yang sekarang ini ada lagi hidup akhirat Niscaya akan makmurlah yang berakal itu daripada kehidupan lebah, rayap, dan semut, yang hanya satu coraknya selama dunia ini terkembang. Dari perlombaan berbuat kebajikan itulah akan nyata betapa pentingnya ada manusia dalam bumi ini.

“Kepada Allah-lah tempat kembali kamu sekalian, maka akan diberitakan-Nya kepada kamu tentang apa yang telah kamu perselisihan kepada-Nya.”
Oleh karena masing-masing telah diberi hak berpikir dan berijtihad, tetap dengan memakai dasar menuju kebaikan, sudah terang akan terdapat berbagai perselisihan pendapat dan perlainan hasil ijtihad. Yang tidak ada perlainan ijtihad, ialah lebah dan semut dan sebangsanya. Sebab mereka telah terikat oleh disiplin, disiplin yang tidak disadari yaitu naluri, atau instinct, ataugharizah. Namun kita manusia mempunyai pikiran dan kepribadian. Tetapi asalkan dasar itu tidak kamu lepaskan, menuju kebaikan, maka penyelesaian dari pikiran akan didapat di hadapan Allah kelak kemudian hari di hari Kiamat. Mana saja pekerjaan yang dianggap baik, dengan dasar takwa kepada Allah, teruskanlah, jangan berhenti di tengah jalan. Keputusan terakhir adalah di tangan Allah kelak kemudian hari. Janganlah perselisihkan pendapat menimbulkan permusuhan dan kebencian, sebab dasarmu adalah satu jua. Di sinilah arti yang sebenarnya terkandung apa yang pernah disebut dalam hadits,

“Perselisihan umatku adalah rahmat.”
Memang kebebasan pikiran adalah rahmat!
Setelah kita baca ayat ini, lalu kita pertali-kan dengan sejarah timbulnya ilmu ushul fiqih dan fiqih dalam Islam, bertemulah kita dengan pelopor-pelopor ijtihad yang besar-besar, sebagaimana keempat imam yang terkenal dan beberapa imam yang lain. Memanglah mereka telah berlomba berijtihad, memeras keringat buat mengqiyaskan furu’ kepada ashal. Menimbulkan yang tafshil daripada yang ijmal.

Mereka benar-benar telah berlomba berbuat kebajikan. Benar-benarlah buah usaha mereka menjadi rahmat bagi kita yang datang di belakang. Mereka telah memudahkan jalan bagi kita melanjutkan usaha, sebab dunia tidak berhenti berputar, dan keadaan ruang serta waktu selalu berkembang. Maka sesuailah syari’at Islam dengan ruang dan waktu. Barulah perselisihan pendapat menjadi bala bencana bagi kaum Muslimin setelah pintu ijtihad ditutup dan taqlid dijadikan kemestian.

 

 

 

Disclaimer:

1. Kunci jawaban pada unggahan Beritawarganet tidak mutlak kebenarannya

2. Unggahan ini bisa Warganet gunakan sebagai salah satu acuan dalam mengerjakan soal bukan sebagai acuan utama

3. Kunci jawaban pada unggahan Beritawarganet mungkin akan berbeda dengan pembahasan di sekolah atau penunjang lain

Untuk mendapatkan Pembahasan Soal Kurikulum Merdeka lainnya dapat diakses melalui Beritawarganet.com.